80 Ribu Jam: Menentukan Dampak Karir Kita
Kita hanya memiliki 80,000 jam dalam karir kita: 40 jam per minggu, 50 minggu per tahun, selama 40 tahun angka ini bukan hanya sekedar nomor; itu adalah jendela kesempatan, kerangka waktu yang kita miliki untuk memberi sumbangsih bagi dunia ini.
Banyak dari kita sering terjebak dalam pencarian kesuksesan yang diukur melalui pendapatan, gengsi atau prestasi personal. Namun, ada dimensi yang lebih dalam dan sering terabaikan: dampak. Bagaimana jika kita bisa meredefinisi kesuksesan, tidak hanya melalui pencapaian pribadi, tetapi juga melalui kontribusi nyata terhadap masyarakat dan dunia?
Kerangka Pikir Altruisme Efektif
Altruisme efektif memandang karir sebagai platform untuk berbuat baik, secara lebih baik. Ini bukan hanya tentang apa yang kita kerjakan, tetapi bagaimana dan dengan dampak seperti apa. Dalam mengevaluasi pilihan karir, tiga faktor menjadi panduan kita: impact, tractability, dan neglectedness. Karir yang baik adalah karir yang menghasilkan perubahan besar (impact), di area yang kita bisa membuat perubahan signifikan (tractability), dan yang belum banyak orang kerjakan (neglectedness).
Ambil contoh misalnya dengan menjadi dokter. Banyak dari kita yang ingin membantu sesama memilih untuk menjadi doktor. Akan tetapi, berdasarkan analisis 80000hours.org seorang dokter di Indonesia rata-rata menyelamatkan sekitar 147 tahun kehidupan yang sehat sepanjang karirnya, yang setara dengan menyelamatkan sekitar 5 jiwa belaka. Meskipun ini adalah dampak yang signifikan, jumlah tersebut bisa jadi kurang dari yang banyak orang harapkan dari seorang dokter sepanjang karir mereka.
Ada beberapa alasan mengapa dampak ini mungkin lebih rendah dari perkiraan. Sebagian besar peningkatan harapan hidup selama 100 tahun terakhir sebenarnya berasal dari nutrisi yang lebih baik, sanitasi yang ditingkatkan, kekayaan yang meningkat, dan faktor lainnya. Selain itu, dokter hanya satu bagian dari sistem kesehatan yang juga bergantung pada perawat, staf rumah sakit, serta infrastruktur dan peralatan medis. Dampak intervensi medis terbagi di antara semua elemen ini.
Mari pertimbangkan kisah Dr. David Nalin. Pada 1968, telah diketahui bahwa larutan gula dan garam lewat infus dapat membantu mencegah kematian karena kolera. Akan tetapi, jutaan orang saat itu masih meninggal karena kolera. Dr. Nalin, yang saat itu bekerja di kamp pengungsi di perbatasan Bangladesh-Myanmar, berusaha membuat larutan yang lebih sederhana dan dapat diminum langsung oleh pasiennya, secara murah tanpa peralatan yang rumit. Larutan ini adalah oralit.
Di Indonesia, larutan oralit ini diperkenalkan oleh Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso, salah satu dokter perempuan pertama Indonesia. Dr. Saroso saat itu memperkenalkannya di Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) I pada tahun 1968, tidak lama setelah Dr. Nalin menemukan larutan tersebut.
Larutan oralit ini telah menyelamatkan kira-kira 50 juta nyawa setelah dipakai secara massal di dunia sejak 1978. Jika kita membayangkan Dr. Nalin menemukan oralit lebih cepat 5 bulan saja, oralit mungkin dapat menyelamatkan 500,000 jiwa. Dampak ini kira-kira 100,000 kali lebih besar daripada dampak satu dokter saja. Dan kisah Dr. Nalin masih jauh dari kisah dampak paling ekstrem yang mungkin satu orang lakukan sepanjang karirnya.

Masalah Dunia Paling Mendesak
Beberapa kelompok di komunitas altruisme efektif global telah mengeksplorasi masalah-masalah dunia paling mendesak yang kita semua sedang hadapi. Masalah-masalah ini dapat berbentuk risiko dari kecerdasan buatan, dimana ada kemungkinan yang tidak dapat diabaikan bahwa mesin dapat menjadi lebih baik daripada manusia di beragam jenis pekerjaan.
Masalah lain adalah risiko pandemi, dimana seiring teknologi rekayasa biologi kita semakin berkembang, akan lebih mudah membuat patogen (baik sengaja maupun tidak) yang berdampak ke dunia, mungkin lebih parah daripada SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
Kita juga sering melupakan makhluk yang berakal dan sadar, tapi seringkali tidak masuk ke dalam perhitungan moral kita pada umumnya. Ada 100 miliar hewan yang hidup dalam peternakan pabrik sekarang. Hampir semuanya dapat merasakan sakit. Masalah kesejahteraan hewan ini adalah masalah yang seringkali terabaikan dibandingkan dengan skalanya, terutama di Indonesia.
Indonesia juga berada di ekuator, yang memperparah dampak perubahan iklim terhadap Indonesia. Lebih dari itu, perubahan iklim dalam skenario terburuknya juga meningkatkan ancaman dari risiko-risiko eksistensial, seperti dari konflik adidaya, perang nuklir, dan pandemi. Walaupun masalah ini adalah salah satu masalah yang paling tidak diabaikan oleh dunia, Indonesia adalah salah satu negara yang paling terdampak karena masalah ini. Juga, perubahan iklim adalah masalah yang secara relatif lebih mudah diselesaikan (tractable) daripada lainnya. Ada banyak kesempatan terbuka untuk meniti karir di masalah ini. Ada konsensus dari pemerintah dan masyarakat bahwa ini adalah masalah yang penting untuk diselesaikan.
Masalah-masalah lain yang masuk ke dalam daftar komunitas altruisme efektif global juga mencakup hal-hal yang lebih tidak langsung, seperti membangun komunitas, riset soal prioritisasi masalah, serta memperbaiki pengambilan keputusan di institusi-institusi penting seperti pemerintah.
Masalah ini tentu saja berubah seiring waktu, dan kita bisa saja tidak setuju dengan asumsi-asumsi yang mendasari prioritas masalah-masalah tersebut. Akan tetapi, yang menyamakan semua daftar di komunitas ini adalah prinsip-prinsip dasar altruisme efektif: prioritisasi, altruisme imparsial, pencarian kebenaran terbuka, serta semangat kolaboratif.
Global atau Lokal: Menentukan Fokus Dampak
Beberapa kelompok di komunitas altruisme efektif global telah mengeksplorasi masalah-masalah dunia paling mendesak yang kita semua sedang hadapi. Masalah-masalah ini dapat berbentuk risiko dari kecerdasan buatan, dimana ada kemungkinan yang tidak dapat diabaikan bahwa mesin dapat menjadi lebih baik daripada manusia di beragam jenis pekerjaan.
Masalah lain adalah risiko pandemi, dimana seiring teknologi rekayasa biologi kita semakin berkembang, akan lebih mudah membuat patogen (baik sengaja maupun tidak) yang berdampak ke dunia, mungkin lebih parah daripada SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
Kita juga sering melupakan makhluk yang berakal dan sadar, tapi seringkali tidak masuk ke dalam perhitungan moral kita pada umumnya. Ada 100 miliar hewan yang hidup dalam peternakan pabrik sekarang. Hampir semuanya dapat merasakan sakit. Masalah kesejahteraan hewan ini adalah masalah yang seringkali terabaikan dibandingkan dengan skalanya, terutama di Indonesia.
Indonesia juga berada di ekuator, yang memperparah dampak perubahan iklim terhadap Indonesia. Lebih dari itu, perubahan iklim dalam skenario terburuknya juga meningkatkan ancaman dari risiko-risiko eksistensial, seperti dari konflik adidaya, perang nuklir, dan pandemi. Walaupun masalah ini adalah salah satu masalah yang paling tidak diabaikan oleh dunia, Indonesia adalah salah satu negara yang paling terdampak karena masalah ini. Juga, perubahan iklim adalah masalah yang secara relatif lebih mudah diselesaikan (tractable) daripada lainnya. Ada banyak kesempatan terbuka untuk meniti karir di masalah ini. Ada konsensus dari pemerintah dan masyarakat bahwa ini adalah masalah yang penting untuk diselesaikan.
Masalah-masalah lain yang masuk ke dalam daftar komunitas altruisme efektif global juga mencakup hal-hal yang lebih tidak langsung, seperti membangun komunitas, riset soal prioritisasi masalah, serta memperbaiki pengambilan keputusan di institusi-institusi penting seperti pemerintah.
Masalah ini tentu saja berubah seiring waktu, dan kita bisa saja tidak setuju dengan asumsi-asumsi yang mendasari prioritas masalah-masalah tersebut. Akan tetapi, yang menyamakan semua daftar di komunitas ini adalah prinsip-prinsip dasar altruisme efektif: prioritisasi, altruisme imparsial, pencarian kebenaran terbuka, serta semangat kolaboratif.